Breaking News

Inilah Kelakuan Seorang Plt Gubernur Yang Kebijakanya Melebihi Kapasitas Seorang Gubernur

JAKARTA  – Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono resmi menggantikan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama alias Ahok yang kembali bertarung pada Pilkada DKI 2017.

Soni resmi menempati posisi sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta setelah mengikuti acara peresmian dan serah terima nota pengantar tugas di Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Rabu (26/10/2016) lalu.

Selama menjabat sebagai Plt Gubernur, Soni kerap berseberangan dengan Ahok dalam mengambil kebijakan.

Di penghujung masa pemerintahan Soni yang akan berakhir pada tanggal 11 Februari mendatang, Kriminalitas.com mencoba merangkum tujuh kebijakan Soni yang berlawanan dengan kebijakan Ahok sebelumnya, sebagai berikut:

1. Soni Kembali Menggelontorkan Dana Hibah Bamus Betawi yang Sebelumnya Telah Disetop Ahok

Saat baru sekitar satu bulan memimpin DKI, Soni menganggarkan dana hibah sebesar Rp 2,5 miliar untuk Badan Musyawarah (Bamus) Betawi. Bahkan, untuk tahun 2017 Soni akan menggelontorkan dana sebesar Rp 5 miliar dari APBD. Kebijakan tersebut tentu sangat kontradiktif dengan kebijakan Ahok pada sekitar dua bulan lalu, tepatnya di awal bulan September 2016.

Pada saat itu, Ahok menghentikan dana hibah kepada Bamus Betawi karena dianggap melakukan tindakan politis menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2017, ketika sebelumnya pimpinan Bamus Betawi menyatakan akan mendukung Ahok.

Sangat berbeda dengan Ahok, Soni berpendapat bahwa menghentikan dana hibah karena tuduhan Bamus Betawi memiliki niat politik, bukanlah keputusan yang tepat. Soni menyarankan, masalah Ahok dengan Bamus Betawi itu mestinya diselesaikan dengan dialog.

2. Soni Rombak SKPD, Ahok Tak Sepakat

Ahok sempat meminta bantuan Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi untuk mengajukan protes terhadap perombakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilakukan Soni. Ahok meminta agar rencana perombakan kepala dinas di Pemprov DKI Jakarta untuk ditunda terlebih dahulu dengan harapan penyusunan eselon II, III dan IV tersebut dilakukan saat dirinya telah kembali memimpin.

Menurut Ahok, saat ini pihaknya masih terus melakukan evaluasi program kerja. Maka sembari cuti, dia melakukan pengumpulan data hingga nantinya saat masuk dapat dijalankan.

Meski demikian, pada tangga 3 Januari 2017 lalu, Soni telah melakukan pelantikan dan pengukuhan massal para pejabat eselon di kawasan Monas.

Pelantikan tersebut juga menjadi deklarasi Soni yang telah melakukan perampingan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dari awalnya 53 menjadi 42 SKPD. Dengan begitu ada sebanyak 1.060 jabatan eselon I-IV yang akan dihapus.

3. KUA-PPAS yang Disusun Soni 2 Triliun Lebih Tinggi Dibanding Susunan Ahok

Terdapat peningkatan mencapai Rp 2 triliun antara Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang disusun Pemerintah Provinsi DKI saat masih aktifnya Ahok dengan saat kepemimpinan Soni.

Dalam versi Ahok, nilai KUA-PPAS yang disusun mencapai sekitar Rp 68 triliun, sedangkan pada masa Soni mencapai sekitar Rp 70 triliun. KUA-PPAS yang diajukan Ahok adalah KUA-PPAS sebelum adanya pembahasan dengan DPRD.

Ada tiga hal utama yang menyebabkan akhirnya rancangan anggaran milik Soni lebih tinggi dibanding Ahok. Yang pertama adalah adanya kenaikan target pendapatan dari sektor pajak daerah.

Selain target pendapatan pajak daerah, kenaikan juga dilakukan pada belanja tidak langsung, tepatnya pada belanja hibah yang dinaikkan dari Rp 1,17 triliun menjadi Rp 1,2 triliun dan belanja tidak terduga dari Rp 338 miliar menjadi Rp 345 miliar.

Hal terakhir yang menyebabkan kenaikan KUA-PPAS adalah alokasi anggaran penyertaan modal pemerintah (PMP) untuk PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya sebesar Rp 300 miliar.

4. Soni Setop 12 Proyek Lelang Warisan Ahok

Soni menyetop 12 dari 13 proyek lelang warisan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Penyetopan itu dilakukan karena Soni melihat ada permasalahan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2017.

Permasalahan itu, menurut Soni, terletak pada dokumen untuk rancangan APBD dan Kebijakan Umum APBD-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang diajukan Ahok.

Ahok ditengarai membuka pendaftaran lelang secara sepihak terhadap sejumlah proyek pembangunan fisik di Ibu Kota. Hal itu terungkap lewat temuan yang diperoleh DPRD Provinsi DKI Jakarta, beberapa waktu lalu.

5. Soni Naikkan Dana Operasional RT/RW

Soni setuju untuk menaikkan dana operasional RT dan RW diberbagai wilayah administratif Ibu Kota. Bahkan, kepada warga Kepulauan Seribu, Soni menyebutkan perkiraan besar jumlah kenaikannya yaitu Rp 1,5 juta untuk ketua RT dan Rp 2 juta untuk ketua RW.

Hal ini menimbulkan komentar miring dari Ahok. Dia beranggapan, kebijakan seorang Gubernur tidak bisa diputuskan oleh Plt Gubernur bahkan Wakil Gubernur sekali pun.

Bahkan untuk menanggapi hal tersebut Ahok melontarkan kalimat yang cukup pedas, “Bagaimana bisa saya yang kerja saya yang tanggung jawab kok mutusin anggarannyanya Plt Gubernur,” ujar Ahok di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2016).

6. Beda Kebijakan soal Pembelian Lahan Eks Kedubes Inggris

Soni membatalkan pembelian lahan eks Kedubes Inggris yang berlokasi di kawasan sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat karena mendapatkan laporan dari Kementerian Agraria yang mengatakan bahwa lahan tersebut bukanlah hak pihak Kedubes Inggris.

Padahal, pada akhir Agustus 2016, Pemprov DKI Jakarta dan pihak Kedubes menyepakati pembelian lahan mencapai Rp 479 miliar.

Ahok bahkan sempat berencana membuat pusat pengawasan transportasi, taman dan bangunan cagar budaya DKI Jakarta di lahan seluas 4,185 meter persegi tersebut.

Keputusan ini sempat mendapatkan komentar tak menyenangkan dari Ahok. Ahok mengklaim dirinya telah menyimpan surat resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengatakan tanah tersebut adalah milik Kedubes Inggris.

7. Soni Otak-atik Pergub ERP Ahok

Soni dan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf sepakat untuk merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 149/2016 tentang electronic road pricing (ERP).

Poin yang akan direvisi oleh mereka adalah Pasal 8 dalam Pergub itu tentang teknologi untuk ERP, yaitu dedicated short range communication (DSRC).

Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Ahok mengaku tidak mengetahui alasan Soni melakukan revisi tersebut. Ahok menduga Soni telah menemukan teknologi yang lebih canggih dan lebih murah dibandingkan DSRC.


KRIMINALITAS.COM

Tidak ada komentar