Breaking News

Bikin Ngakak... Ternyata Penulis “ Jokowi Undercover “ Dulunya Cuma Tulis Budidaya Pisang

JAKARTA - Sebagai pengusaha dan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Solo, Jawa Tengah, Michael Bimo Putranto kerap berkomunikasi dengan para koleganya via telepon. Tapi, pada 24 Desember 2016 siang, pria yang dikenal dekat dengan Presiden Joko Widodo itu kaget ketika ditelepon sejumlah koleganya.

Bukan menanyakan urusan bisnis atau masalah politik. Bimo terkejut ketika tiba-tiba salah satu temannya bertanya, “Kamu sekarang jadi komunis, ya?” Tak hanya satu orang, tapi banyak teman lainnya yang menanyakan hal sama.

Bimo pun baru tahu masalah sensitif itu didapatkan teman-temannya melalui buku Jokowi Undercover: Melacak Jejak Sang Pemalsu Jatidiri, yang ditulis Bambang Tri Mulyono. “Saya ini nasionalis, bukan komunis,” kata Bimo kepada detikX di rumahnya, Jalan Raya Belewah II Nomor 8, Karangasem, Laweyan, Solo, Minggu, 8 Januari lalu.

Bimo berupaya mencari buku tersebut untuk mengetahui isi yang sebenarnya. Betul saja, di dalam buku itu dia disebut sebagai saudara kandung Jokowi. Bahkan ibu Bimo dan Jokowi disebut bernama Ny X, yang bernama lain Yap Mei Hwa asal Lasem, Jawa Tengah.

Bukan hanya itu, keluarganya juga disebut memiliki aktivitas yang berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia. “Jadi banyak tulisannya yang kontradiksi di sini dan enggak ada data valid. Ini tidak sesuai dengan fakta sama sekali, dan fitnah,” kuasa hukum Bimo, Lina Novita, menambahkan kepada detikX.

"Kita akan dalami siapa yang menggerakkan, siapa yang mengajarinya. Kita lihat siapa di belakang dia. Kita akan usut. Tolong, catat itu!”

Lina pun akhirnya melaporkan Bambang ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada 24 Desember 2016. Dalam laporan bernomor LP/1272/XII/2016/Bareskrim itu, Bambang dianggap melakukan pencemaran nama baik serta menyebarkan berita fitnah sesuai dengan Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Bimo menjelaskan, dia adalah keturunan kakeknya, Soeratman, yang merupakan pensiunan prajurit TNI Angkatan Darat. Bahkan kakeknya itu dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bhakti, Jurug, Solo.

Ayah Bimo, RBA Tjoek Soebroto, merupakan pensiunan pegawai Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, sementara ibunya, Tinuk Sabartini, memiliki bisnis tata rias pengantin.
“Kakek TNI AD dan bapak saya PNS. Kalau kakek saya dimakamkan di taman makam pahlawan, enggak mungkin ikut PKI, to, Mas?” ucap pria kelahiran 1973 ini.

Ia juga tak habis pikir kenapa disebut memiliki pertalian darah dengan Jokowi. Padahal ia baru bertemu dengan Jokowi ketika sama-sama mendirikan Asosiasi Pengusaha Mebel di Solo pada 2002.

“Tujuannya hanya satu, menjatuhkan Pak Jokowi selaku presiden, mendiskreditkan presiden. Itu adalah kesalahan besar,” katanya.

Keluarga Jokowi pun menyangkal bila dikatakan bahwa Bimo merupakan saudara kandung Jokowi. Sujiatmi, yang selama ini dikenal oleh publik, bukanlah ibu tiri Jokowi seperti yang disebutkan Bambang dalam buku kontroversial itu.

“Sebagai keluarga, terus terang kami marah. Tapi masalah hukum kita serahkan ke Polri. Malah dari keluarga mendoakan Saudara Bambang Tri itu agar diberi kesadaran oleh Allah SWT,” kata kakak Sujiatmi, Miyono Suryo Sarjono, kepada detikX.

Menurut Bimo, keluarganya dan keluarga Jokowi memang sudah lama diisukan terkait dengan PKI, sejak pilkada DKI 2012. Selama empat tahun isu itu dibiarkan saja karena, bila ditanggapi, akan semakin membesar.

Selain itu, dalam pemilihan umum di alam demokrasi seperti saat ini, kampanye hitam terhadap seorang calon tertentu masih dianggap biasa saja. Tapi isu itu justru muncul kembali dan terstruktur.

Isu PKI tersebut disebar dalam bentuk tulisan melalui jejaring media sosial, lalu diviralkan, dibuat videonya, lalu dibuat bukunya, bahkan versi PDF-nya. Ia curiga Bambang tidak sendirian membuat buku tersebut.

Indikasi itu di antaranya terlihat dari kelompok-kelompok diskusi tentang PKI. Salah satunya diskusi bedah buku Jokowi Undercover: Melacak Jejak Sang Pemalsu Jatidiri di aula Kecamatan Muntilan, Jawa Tengah, pada 19 Desember 2016.

Berdasarkan informasi yang diperoleh detikX, acara bedah buku itu diikuti oleh 11 orang. Bambang meminta dukungan untuk membongkar pemalsuan identitas Jokowi. Menurut Bambang, Jokowi lahir dari keluarga PKI, yang identitas bapak-ibunya selama ini ditutup-tutupi.

Ia juga mengatakan buku itu sengaja ditulis untuk membela Prabowo Subianto, yang dikalahkan Jokowi dalam pilpres 2014. Bukunya, ujar Bambang, akan diserahkan kepada Panglima TNI untuk dicek kebenarannya.

Namun, sebelum itu terjadi, Bambang keburu ditangkap tim Bareskrim Mabes Polri di Blora, Jawa Tengah, pada tanggal 30 Desember 2016. Polisi juga menggeledah rumahnya di Sukorejo, Tunjungan, Blora, pada 4 Januari 2017.

Di rumah itu, polisi membawa barang bukti sebanyak 26 item. Di antaranya buku, kartu SIM, telepon seluler, buku tabungan, kartu ATM, dan bukti transfer.

Dari hasil penyidikan sementara, Bambang menulis buku setebal 436 halaman itu tanpa fakta dan data. Buku itu ia tulis untuk mencari perhatian dan banyak dibeli oleh masyarakat. Bambang juga mengungkap analisis fotometrik dalam buku tanpa dilandasi keahlian.

Ia menukil foto seorang pria yang berdiri di depan Ketua PKI Aidit saat berkampanye. Foto itu dia katakan sebagai ayah Jokowi, Wijiatno Notomiharjo, karena wajah dan perawakannya dari samping sangat mirip dengan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

“Tuduhan dan sangkaan yang dimuat dalam buku dan medsos semua didasari sangkaan pribadi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Rikwanto kepada detikX pada 31 Desember 2016.

Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menambahkan, kemampuan menulis Bambang berantakan, tak mengikuti sistematika. Padahal, untuk menulis novel fiksi saja, dibutuhkan pengetahuan dasar bahasa yang benar. Karena itu, Polri berani menyebut bahwa isi buku itu bohong dan fitnah.

“Kita akan dalami siapa yang menggerakkan, siapa yang mengajarinya. Kita lihat siapa di belakang dia. Kita akan usut. Tolong, catat itu!” Tito menegaskan.

Penyidik telah menjerat Bambang dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Kakak kandung Bambang, Endang Suhartini, mengatakan adiknya itu memang gemar menulis sejak masih kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Pria yang kini berumur 45 tahun ini sebelumnya kerap menulis tentang kiat budi daya pisang.

“Dulu nulis budi daya pisang, belakangan kok nulis soal politik?” ujar Endang saat ditemui di rumah Bambang Tri, Dukuh Jambangan, Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Blora, pekan lalu.

Karena gemar menulis, Bambang menolak ditawari pekerjaan oleh Bupati Blora. Adiknya itu, kata Endang, mempunyai karakter yang keras hingga terbawa ke tulisan-tulisannya. Bambang tidak suka apabila hasil tulisannya diedit oleh orang lain. 

Sedangkan kakak Bambang lainnya, Bambang Sadono, mengaku keluarga sebelumnya tidak mengetahui Bambang ditangkap polisi. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk menangani kasus adiknya itu.

“Polisi berpendapat apa pun pasti menghormati asas praduga tak bersalah. Langkahnya mengikuti proses hukum,” tutur anggota Dewan Perwakilan Daerah ini kepada detikX.

Selain dilaporkan ke polisi oleh Michael Bimo Putranto, ternyata Bambang Tri Mulyono juga dilaporkan mantan Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Mahmud Hendropriyono. Malah Hendropriyono lebih dulu melaporkan Bambang Tri, yakni pada 21 Desember 2016.


DETIK.COM

Tidak ada komentar