Breaking News

Lima faktor yang mengantarkan kemenangan Donald Trump di pilpres AS

PANTURAPOS - Trump tidak pernah memegang jabatan publik dan tak punya pengalaman sebagai politikus.

Bagaimana pengusaha New York ini bisa menang? Berikut lima hal yang mengantarkannya ke Gedung Putih, seperti dirangkumkan oleh wartawan BBC, Anthony Zurcher:

1. Gelombang putih
Suara di Negara Bagian Ohio, Florida, dan North Carolina semuanya mengarah ke Trump.
Apa maknanya?

Kelas pekerja kulit putih, terutama yang tidak mengenyam pendidikan universitas, laki-laki dan perempuan, beramai-ramai meninggalkan Demokrat dan memilih calon Republik.

Mereka yang tinggal di pedesaan menggunakan suara, antara lain dengan tujuan suara mereka didengar. Mereka inilah yang selama ini merasa ditinggal oleh kalangan mapan.

Ketika Clinton kalah di Wisconsin, harapannya untuk menjadi presiden sebenarnya sudah hilang.

2. 'Antipeluru'

Trump mengejek politikus dan veteran perang John McCain, adu mulut dengan Fox News dan pembawa acaranya, Megyn Kelly.

Mengejek peserta ratu kecantikan dan setengah hati saat meminta maaf dalam kasus video yang menunjukkan ia sangat merendahkan perempuan.

Dalam tiga debat presiden, ia juga tak tampil meyakinkan.
Tapi semua itu tak berdampak buruk bagi Trump. Begitu juga dengan jajak pendapat sebelum pemilihan.

Mungkin juga berbagai kontroversi yang ia timbulkan datang bertubi-tubi sehingga publik tidak punya waktu untuk mencernanya.

Mungkin juga karena ia punya daya tarik pribadi yang luar biasa besar.
Apa pun alasannya, terbukti bahwa Trump 'antipeluru'.

3. Status orang luar

Trump tak hanya harus bertarung dengan calon Demokrat, tapi juga dengan para tokoh Republik, yang satu per satu meninggalkannya.

Dan ia menang. Para pesaing di kubu Republik seperti Marco Rubio, Ted Cruz, Chris Christie, Ben Carson, bertekuk lutut.

Bisa jadi, ia naik dan populer karena berani 'melawan' tokoh-tokoh mapan Republik.

Langkah Trump melawan tokoh-tokoh mapan ini mengesankan bahwa dirinya adalah orang luar dan orang independen. Status ini diperoleh ketika warga 'sudah tak ingin lagi melihat' kelompok mapan berada di panggung politik AS.

Tokoh Democrat Bernie Sanders dan tokoh Republik Ted Cruz sebenarnya 'sudah menangkap' perubahan 'suasana hati' warga Amerika ini. Tapi Trump bisa merebutnya dan mengantarkannya ke Gedung Putih.

4. Faktor Comey

Hingga dua pekan lalu, sebagian besar kalangan meyakini Trump sulit menang.

Sampai kemudian direktur FBI, James Comey, mengeluarkan surat berisi keputusan FBI untuk membuka lagi kasus penggunaan email pribadi dalam korespondensi Clinton sebagai menteri luar negeri.

Benar bahwa jajak pendapat ketika itu ketat, tapi langkah FBI memberi nafas bagi Trump untuk melakukan konsolidasi, di sisi lain bagi kubu Clinton, surat Comey menyulitkan kampanye mereka yang memasuki tahap akhir.

Pesann-pesan Clinton di berbagai kampanye 'jelas terganggu' dengan langkah FBI tersebut.
Andai saja Clinton memakai email kantor ketika menjabat sebagai menlu.

5. Percaya dengan insting

Kampanye Trump jelas bukan kampanye biasa dan hasil pilpres memperlihatkan ia lebih paham dari para pakar politik.

Ia tak terlalu tergantung dengan jajak pendapat dan lebih memilih terjun langsung ke lapangan dengan mengunjungi para pemilih di Wisconsin dan Michigan, yang dikatakan para analis tak mungkin dimenangkan oleh Republik.

Ia tak mengetok pintu warga, ia lebih suka menggelar rapat-rapat akbar seraya mengirim pesan agar warga menggunakan hak suara.

Kampanyenya sebenarnya kalah rapi dari tim Clinton. Anggaran kampanyenya juga lebih sedikit.
Tak sedikit yang mengecam cara-cara kampanyenya tapi Trump dan timnya tak peduli.


Sumber : bbc.com

Tidak ada komentar