Bupati Subang Ojang Sohandi Terancam 20 Tahun Penjara
BANDUNG.- Bupati Subang non-aktif Ojang Sohandi terancam hukuman 20 tahun penjara. Selain itu, harta Ojang senilai Rp 60 miliar terancam disita negara.
Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu 31 Agustus 2016. Ojang yang memakai kemeja putih duduk di kursi pesakitan didampingi penasehat hukumnya, Rochman Hidayat.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Longser Sormin itu, Ojang didakwa jaksa KPK dengan dakwaan berlapis. Dia tidak hanya didakwa gratifikasi dan korupsi BPJS Kabupaten Subang. Bahkan, Ojang didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selama kurun waktu 2011 hingga 2016, kekayaan Ojang mencapai Rp 60 miliar lebih.
Berkas dakwaan untuk orang nomor satu di Kabupaten Subang itu sebanyak 48 halaman dengan 4 dakwaan berbeda. Tim JPU KPK yang dipimpin Fitroh Rohcahyanto membacakan dakwaan secara bergiliran.
Dalam dakwaan pertama, Ojang dijerat dua pasal sekaligus, yakni pasal 5 ayat (1) dan pasal 13 UU Tipikor Jo 55 ayat (1) kesatu, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Dakwaan kedua pasal 12 B UU tipikor, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHpidana.
Dakwaan ketiga pasal 11 UU Tipikor. Kemudian dakwaan keempat pasal 3 UU RI No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana pencucian uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Dalam paparannya, JPU menyebutkan, perbuatan terdakwa Ojang Sohandi dan Jajang Abdul Kholik, serta Lenih Marliani (berkas terpisah dituntut 3 tahun) pada 31 Maret dan 11 April 2016 memberikan Rp 200 juta kepada Fahri Nurmallo dan Deviyanti Rochaeni (berkas terpisah) agar meringankan tuntutan Jajang Abdu Kholik.
Tidak hanya itu, Ojang pun pada 1 Oktober 2012 hingga 9 April 2016 di rumah dinas hingga kantor Bupati Subang, dan beberapa tempat lainnya telah beberapa kali menerima uang atau barang yang diduga sebagai gratifikasi atau suap.
Di antaranya menerima Rp 6,190 miliar dari Kabid Pengadaan dan Pengembangan Pegawai BKD Heri Tantan Sumaryana, 1 unit Mobil jeep dan uang tunai Rp 190 juta dari Plt Kadinkes Subang Elita Budiarti, Rp 1,35 miliar, serta uang tunai Rp 9,590 miliar melalui ajudannya, Rp 17,600 miliar melalui Direktur Utama BPR Subang Abdul Rosyid, dan Rp 420 juta melalui Wakil Ketua I DPRD Subang, Hendra Purnawan.
"Ojang menerima uang tersebut selama periode 2012-2013 dan 2013-2018. Totalnya terdakwa menerima Rp 38,293 miliar," ujarnya.
Sebagai seorang bupati, seharusnya terdakwa tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diatur dalam pasal 4 UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih. Apalagi, semua pemberian itu berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai kepala daerah.
Ojang, pada Oktober 2011 sampai April 2016, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan berupa perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharaga atau bperbuatan lain atas harta kekayaan yakni membelanjakan atau membayarkan sejumlah uang seluruhnya Rp 60.323.796.000.
”Itu patut diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang,” katanya.
Terdakwa beberapa kali membelanjakan uang tersebut dengan membeli tanah, kendaraan dengan nama orang lain, serta membiaya kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh terdakwa.(Sumber Pikiran Rakyat)
Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu 31 Agustus 2016. Ojang yang memakai kemeja putih duduk di kursi pesakitan didampingi penasehat hukumnya, Rochman Hidayat.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Longser Sormin itu, Ojang didakwa jaksa KPK dengan dakwaan berlapis. Dia tidak hanya didakwa gratifikasi dan korupsi BPJS Kabupaten Subang. Bahkan, Ojang didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selama kurun waktu 2011 hingga 2016, kekayaan Ojang mencapai Rp 60 miliar lebih.
Berkas dakwaan untuk orang nomor satu di Kabupaten Subang itu sebanyak 48 halaman dengan 4 dakwaan berbeda. Tim JPU KPK yang dipimpin Fitroh Rohcahyanto membacakan dakwaan secara bergiliran.
Dalam dakwaan pertama, Ojang dijerat dua pasal sekaligus, yakni pasal 5 ayat (1) dan pasal 13 UU Tipikor Jo 55 ayat (1) kesatu, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Dakwaan kedua pasal 12 B UU tipikor, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHpidana.
Dakwaan ketiga pasal 11 UU Tipikor. Kemudian dakwaan keempat pasal 3 UU RI No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana pencucian uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Dalam paparannya, JPU menyebutkan, perbuatan terdakwa Ojang Sohandi dan Jajang Abdul Kholik, serta Lenih Marliani (berkas terpisah dituntut 3 tahun) pada 31 Maret dan 11 April 2016 memberikan Rp 200 juta kepada Fahri Nurmallo dan Deviyanti Rochaeni (berkas terpisah) agar meringankan tuntutan Jajang Abdu Kholik.
Tidak hanya itu, Ojang pun pada 1 Oktober 2012 hingga 9 April 2016 di rumah dinas hingga kantor Bupati Subang, dan beberapa tempat lainnya telah beberapa kali menerima uang atau barang yang diduga sebagai gratifikasi atau suap.
Di antaranya menerima Rp 6,190 miliar dari Kabid Pengadaan dan Pengembangan Pegawai BKD Heri Tantan Sumaryana, 1 unit Mobil jeep dan uang tunai Rp 190 juta dari Plt Kadinkes Subang Elita Budiarti, Rp 1,35 miliar, serta uang tunai Rp 9,590 miliar melalui ajudannya, Rp 17,600 miliar melalui Direktur Utama BPR Subang Abdul Rosyid, dan Rp 420 juta melalui Wakil Ketua I DPRD Subang, Hendra Purnawan.
"Ojang menerima uang tersebut selama periode 2012-2013 dan 2013-2018. Totalnya terdakwa menerima Rp 38,293 miliar," ujarnya.
Sebagai seorang bupati, seharusnya terdakwa tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diatur dalam pasal 4 UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih. Apalagi, semua pemberian itu berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai kepala daerah.
Ojang, pada Oktober 2011 sampai April 2016, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan berupa perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharaga atau bperbuatan lain atas harta kekayaan yakni membelanjakan atau membayarkan sejumlah uang seluruhnya Rp 60.323.796.000.
”Itu patut diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang,” katanya.
Terdakwa beberapa kali membelanjakan uang tersebut dengan membeli tanah, kendaraan dengan nama orang lain, serta membiaya kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh terdakwa.(Sumber Pikiran Rakyat)
Tidak ada komentar